Budidaya udang vaname air tawar bisa dilakukan dengan dua cara yakni secara modern dan juga tradisional. Namun dalam ulasan kali ini, kami akan membahas tentang cara budidaya udang vaname tradisional sebagai panduan vaname sendiri memiliki keunggulan berupa pertumbuhan yang cepat, tahan terhadap wabah penyakit dan juga pemeliharaannya yang terbilang singkat sekitar 100 hingga 110 hari. Jadi udang vaname cukup cocok bagi anda yang baru ingin mencoba budidaya beberapa persiapan yang harus dilakukan dalam budidaya udang vaname tradisional seperti berikut ini. Persiapan TambakUntuk langkah awal persiapan tambak seperti budidaya ikan bawal, maka harus dikeringkan hingga dasar untuk menghindari lumut serta lumpur. Apabila pH dasar tambak lebih rendah dari 6, maka pakai kapur pertanian sebanyak 840 kilogram per Ha dan jika tidak bisa mengeringkan tambak, maka pakai pupuk dasar nitrat sebanyak 15 gram per meter persegi untuk daerah yang berair dan mengandung bahan organik. Pastikan semua hewan yang ada dalam tambak pada siklus sebelumnya sudah hilang dan dibasmi agar tidak menjadi pesaing udang dalam mencari pakan alami. Pemupukan TambakSebelum air diisi, maka tambak sebaiknya juga diberikan pupuk organik dan anorganik yang disebarkan secara merata pada dasar tambak dengan dosis pupuk organik sebanyak 150 hingga 200 kilogram per ha dan pupuk anorganik sebagai sumber nitrogen sebanyak 25 hingga 50 kilogram per ha seperti pada budidaya lobster air tawar di kolam terpal. Pupuk organik bisa berupa tepung gandum, dedak, kulit padi, jagung, tepung kedelai, biji kapas atau pupuk untuk pupuk anorganik bisa memakai pupuk ammonium, urea, nitrat, kalsium atau diammonium phosphat. Untuk kotoran ayam dan sapi bisa dipakai sebagai pupuk organik, akan tetapi kotoran ayam yang dipakai harus merupakan pupuk yang bebas dari pestisida dan jika ingin memakai pupuk kotoran ayam, maka dosisnya adalah antara 1000 sampai 2000 kg per organik sebaiknya ditebar secara merata pada permukaan dasar tambak agar memudahkan udang dan plankton mendapatkan pupuk organik seperti selulosa atau komponen yang tidak tercerna pada dasar tambak. Selain itu juga harus diaduk dengan tongkat kayu. Mengisi Tambak Dengan AirHal yang harus diperhatikan adalah air dalam kolam. Agar tambak tidak mengalami perubahan drastis maka kedalaman air harus dipertahankan 1 hingga meter. Kepadatan AlgaeKepadatan algae diukur dengan cara mencelupkan seci dish dalam air tambak dan melihat skala senti pada tongkat kemudian dicatat. Perbaikan kepadatan algae tambah wajib dilakukan jika sechi dish diatas 45 cm atau dibawah 35 cm. Saat melebihi 45 cm maka harus ditambahkan dengan pupuk, sedangkan jika dibawah 35 cm maka jangan tambahkan pupuk. Pergantian air juga dibutuhkan untuk menurunkan kepadatan pola tradisional, hal yang harus diperhatikan adalah ketersediaan algae plankton dalam tambak. Algae ini harus mencukupi sesuai dengan kebutuhan agar ketersediaan pakan alami udang bisa terpenuhi sekaligus mempertahankan kondisi kimiawi air untuk mendukung perkembangan konsentrasi phospat air di sekitar pintu air lebih rendah dari ppm, maka phospat harus ditambahkan sebagai sumber fosfor dalam bentuk pupuk buatan. Tambahkan sebanyak 20 sampai 25 kilogram pupuk dasar nitrogen dan satu bagian fosfor. Selain itu anda juga bisa melakukan uji coba untuk menentukan pilihan terbaik dalam memilih jenis pupuk. Pemakaian pupuk fosfor ini sangat disarankan ditambahkan pada wadah pengisian air, sebab jika dilakukan pada saat dasar tambak masih kering, maka sebagian pupuk akan hilang membentuk senyawa kimia dengan partikel tanah. Mengontrol PemupukanPemupukan algae dilakukan dengan cara pengaturan pemupukan dengan cara meningkatkan konsentrasi algae di tambak berbeda dengan budidaya udang vaname dengan plastik mulsa. Sebagian besar tambak udang tradisional akan menerapkan aturan baku pemupukan yang dilakukan berkala dan selama masa pemeliharaan tersebut tidak dilakukan dengan mempertimbangkan kepadatan algae tambak atau kondisi lingkungan. Akan tetapi, pemberian pupuk tanpa memperhatikan kepadatan algae dan keadaan cuaca bisa memberikan dampak buruk pada udang. Pemberian CaSaat pergantian air tidak bisa dilakukan dan menghentikan pemberian pupuk tidak bisa menekan kepadatan algae, maka calcium hidroksida atau kapur bakar bisa diberikan untuk menurunkan populasi algae yang sedang tumbuh melebihi batas yang diperlukan. Menangani Penyakit UdangUntuk mengatasi penyakit udang seperti cara budidaya udang hias, maka gunakan bibit vename SPF bebas penyakit yang sudah layak untuk dibudidayakan sebab bisa memberikan keuntungan dibandingkan memakai udang yang belum mampu SPF. Bibit vename juga harus sudah dipelihara dengan selektif agar memastikan jika bibit udang tahan dengan penyakit tertentu seperti Taura Syndrom Virus [TSV]. Perawatan Kesehatan LingkunganBaik dalam budidaya udang galah, budidaya lobster air tawar dan sebagainya,, maka cara terbaik untuk menghindari penyakit adalah dengan menjaga kesehatan lingkungan air tambak dan pertahankan kestabilan airnya. Saat air tambak memburuk seperti contohnya DO yang rendah, maka perubahan pH ekstrim antara siang dan malam akan terjadi sehingga udang menjadi lemah sekaligus mudah terserang penyakit dari lingkungan tambak. Selain itu, pemeliharaan lingkungan tambak juga akan menurunkan risiko infeksi virus serta bakteri pada tambak serta lingkungan. Ciri Ciri Bibit BerkualitasSebelum benih udang ditebar, maka harus diperhatikan ciri ciri benih udang yang berkualitas yakniUdang memiliki ukuran yang seragamUdang memiliki gerakan yang lincah dan bisa menantang arusMemiliki respon yang baik terhadap gerakanMemiliki warna putih yang transparanBagian kaki kakinya bersihIsi usus tidak putus Penebaran Bibit UdangPenebaran bibit udang harus dilakukan dari area tambak hijau dilanjutkan dengan tambak kuning dan yang terakhir adalah zona merah. Cara ini dilakukan agar tambak pertama yang ditebari bibir akan menghasilkan panen lebih baik. Persiapkan benih udang vename dan pastikan bibit yang dipilih merupakan bibit siap tebar yakni antara usia 6 hingga 10 hari. Penebaran bibit dilakukan dengan cara menyesuaikan pH air agar benih bisa menyesuaikan dengan suhu dalam budidaya udang vaname tradisional dilakukan dengan cara menebar bibit yang diapungkan lebih dahulu saat udang masih ada dalam plastik selama kurang lebih 15 menit. Sesudah itu, kantung bisa dibuka dan dipindahkan ke dalam tambak yang merupakan cara terbaik untuk menurunkan angka kematian benih udang vaname. Pakan Udang VanamePakan untuk udang vaname yang dianjurkan adalah pelet dengan kandungan protein sebanyak 30% seperti budidaya udang air tawar di aquarium. Sementara untuk jumlah pakan disesuaikan dengan umur udang atau memakai ukuran berat udang dan masa pertumbuhan dari udang. Pemberian pakan ini dilakukan antara 2 hingga 3 kali sehari. Pakan udang vaname juga bisa dibuat sendiri dengan sumber alami seperti bekicot atau keong yang tinggi akan protein atau juga bisa menggunakan ikan rucah yang relatif ini diberikan pada saat udang sudah berumur 15 hari yang juga bisa menggunakan pakan pabrikan seperti manggalindo, gold coin, grobest dan sebagainya. Sementara untuk pakan tambahan bisa diberikan jagung pecah yang dimasak dan dicampur dengan zat additive untuk menambah aroma, vitamin dan juga probiotik. Udang vaname umumnya bisa menghabiskan pakan dalam waktu 3 jam dan jika kurang dari 3 jam pakan sudah habis maka bisa ditambahkan untuk pemberian pakan buatan dilakukan 2 kali sehari yakni pagi dan sore hari. Sesudah 3 jam pakan buatan habis, maka bisa diberikan pakan lain sebanyak yang bisa dihabiskan dalam waktu 9 jam. Untuk merangsang nafsu makan udang dna menambah vitalitas udang, maka bisa diberikan vitamin portovite yang vitamin untuk ayam dengan dosis 1 sendok maka per 10 kilogram pemberian vitamin ini adalah 1 sendok vitamin yang di rendam dalam 1 liter air dan tambahkan dengan 3 butir telur ayam yang sudah dikocok. Campurkan air tersebut pada pakan udang dan biarkan supaya meresap selama beberapa menit. Pakan kemudian dimasukkan dalam anco dan sebagian lagi ditebar di tambak. Jumlah anco dalam satu tambak adalah 2 hingga 4 anco dan jumlah pakan pada anco adalah 5% dari total Pemeliharaan Udang VanamePada masa pemeliharaan udang vaname ini harus diperhatikan perkembangan benur hingga menjadi udang yang siap panen. Selama proses pemeliharaan, maka suhu dan pH air harus diperhatikan. Kandungan oksigen serta kedalaman air juga harus diperhatikan serta ditambahkan juga dengan pemupukan urea serta TPS dan pemberian probiotik seminggu sekali untuk menjaga kestabilan pertumbuhan plankton. Sesudah benur berumur 70 hari, maka sudah bisa diberikan akan dan pemberian plankton bisa dikurangi serta jaga keseimbangan air hingga udang berumur 100 Udang VanamePanen udang vaname ini dilakukan sesudah umur udang mencapai 100 hingga 110 hari saat panen dan persiapan harus dipersiapkan seperti keranjang untuk panen, jaring yang dipasang pada pintu air, jala lempar, styrofoam dan juga ember, lampu penerangan serta udang dilakukan dengan cara menurunkan air memakai pompa yang dilakukan pada malam hari untuk menurunkan kerusakan mutu udang. Udang yang baru di panen sangat peka terhadap sinar matahari sehingga harus dipanen pada malam hari dan hasil tangkapan harus dicuci dan direndam dalam ini adalah video pembudidaya udang vaname.Demikianlah yang dapat kami sampaikan, semoga artikel ini bisa bermanfaat bagi anda.
berkualitasdan memenuhi kebutuhan nutrisi pakan udang vannamei. Pemberian pakan dilakukan lima kali sehari yakni pukul 06.00, 10.30, 14.00, 17.00, dan 21.30. sedangkan untuk tiga kali sehari yakni pukul 07.00, 11.00, dan 15.00 Pemberian probiotik dilakukan satu kali sehari yaitu pada pagi hari. PengontrolanBudidaya udang vaname intensif sistem bioflok merupakan satu di antara beberapa upaya untuk efisiensi biaya produksi, karena bioflok dapat dimanfaatkan sebagai subsitusi pakan bagi udang vaname yang dibudidayakan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan sumber C-karbohidrat molase sebagai upaya penumbuhan bioflok pada budidaya udang vaname pola intensif di tambak terutama efeknya pada pertumbuhan, sintasan dan produksi udang. Dua petak tambak masing-masing ukuran m2 dan m2 ditebari benur vaname dengan padat tebar 75 ekor/m2. Satu petak sebagai tambak kontrol tanpa penambahan sumber Ckarbohidrat tambak A dan satu petak tambak lainnya setelah satu bulan pemeliharaan maka sumber C karbohidrat molase mulai ditebarkan ke air tambak tambak B tujuannya untuk meningkatkan CN ratio menjadi >101 sehingga diharapkan bioflok mudah tumbuh. Pakan udang diberikan setelah penebaran dengan dosis 100% dari total biomassa udang pada dua minggu pertama dan setiap dua minggu berikutnya jumlah pakan yang diberikan menurun hingga mencapai dosis 2,5% dari total biomassa udang setelah udang mencapai masa pemeliharaan bulan keempat. Pada petak yang ditumbuhkan bioflok dosis pakan yang diberikan ke udang dikurangi hingga mencapai 10%-20% dari porsi yang seharusnya diberikan. Sintasan, produksi, dan nilai konversi pakan dihitung setelah udang dipanen. Kualitas air salinitas, pH, dan oksigen terlarut di-monitor setiap hari. Total Suspended Solid TSS, Volatil Suspended Solid VSS, dan volume bioflok di-monitor setelah terbentuk di air tambak. Total haemosit dan prophenol oksidase udang dihitung pada udang sampel dilakukan menjelang udang dipanen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di tambak B yang ditambahkan sumber C-karbohidrat ditumbuhkan biofloknya diperoleh nilai konversi pakan udang lebih rendah daripada yang diperoleh di tambak A. Sintasan dan produksi udang di tambak B lebih tinggi daripada sintasan dan produksi udang di tambak A kontrol. Total haemosit dan prophenol oksidase lebih tinggi pada udang yang hidup di tambak B yang ditumbuhkan floknya daripada yang diperoleh di tambak A kontrol. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free BUDIDAYA UDANG VANAME POLA INTENSIFDENGAN SISTEM BIOFLOK DI TAMBAKGunarto, Hidayat Suryanto Suwoyo, dan Bunga Rante TampangalloBalai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air PayauJl. Makmur Dg. Sittaka No. 129, Maros 90512, Sulawesi SelatanE-mail gunasrtom diterima 5 April 2012; Disetujui publikasi 24 September 2012ABSTRAKBudidaya udang vaname intensif sistem bioflok merupakan satu di antara beberapaupaya untuk efisiensi biaya produksi, karena bioflok dapat dimanfaatkan sebagaisubsitusi pakan bagi udang vaname yang dibudidayakan. Tujuan penelitian adalahuntuk mengetahui pengaruh penambahan sumber C-karbohidrat molase sebagaiupaya penumbuhan bioflok pada budidaya udang vaname pola intensif di tambakterutama efeknya pada pertumbuhan, sintasan dan produksi udang. Dua petak tambakmasing-masing ukuran m2 dan m2 ditebari benur vaname dengan padattebar 75 ekor/m2. Satu petak sebagai tambak kontrol tanpa penambahan sumber C-karbohidrat tambak A dan satu petak tambak lainnya setelah satu bulan pemeliharaanmaka sumber C karbohidrat molase mulai ditebarkan ke air tambak tambak B tujuannyauntuk meningkatkan CN ratio menjadi >101 sehingga diharapkan bioflok mudahtumbuh. Pakan udang diberikan setelah penebaran dengan dosis 100% dari totalbiomassa udang pada dua minggu pertama dan setiap dua minggu berikutnya jumlahpakan yang diberikan menurun hingga mencapai dosis 2,5% dari total biomassa udangsetelah udang mencapai masa pemeliharaan bulan keempat. Pada petak yangditumbuhkan bioflok dosis pakan yang diberikan ke udang dikurangi hingga mencapai10%-20% dari porsi yang seharusnya diberikan. Sintasan, produksi, dan nilai konversipakan dihitung setelah udang dipanen. Kualitas air salinitas, pH, dan oksigen terlarutdi-monitor setiap hari. Total Suspended Solid TSS, Volatil Suspended Solid VSS, danvolume bioflok di-monitor setelah terbentuk di air tambak. Total haemosit danprophenol oksidase udang dihitung pada udang sampel dilakukan menjelang udangdipanen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di tambak B yang ditambahkan sumberC-karbohidrat ditumbuhkan biofloknya diperoleh nilai konversi pakan udang lebihrendah daripada yang diperoleh di tambak A. Sintasan dan produksi udang di tambakB lebih tinggi daripada sintasan dan produksi udang di tambak A kontrol. Totalhaemosit dan prophenol oksidase lebih tinggi pada udang yang hidup di tambak Byang ditumbuhkan floknya daripada yang diperoleh di tambak A kontrol.KATA KUNCI sumber C-karbohidrat, sintasan, produksi, konversi pakan,udang vanameABSTRACT Intensive of white shrimp, L. vannamei pond culture with bioflocsystems in brackishwater pond. By Gunarto, Hidayat SuryantoSuwoyo, and Bunga Rante TampangalloIntensive of white shrimp, L. vannamei pond culture with biofloc systems is the oneway to make efficient of shrimp cost production, because biofloc is able to used asfeed subsitution for L. vannamei cultured. The objective of the research is to knowthe effect of C-carbohydrate source addition as the effort to develop biofloc onBudidaya udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto393 shrimp growth, survival rate, feed convertion ratio and production in intensive ofwhite shrimp, L. vannamei pond culture. Two rectangular earthern ponds, each size3,520 m2 and 3,946 m2 were stocked with L. vannamei post larvae day 10 at thedensity of 75 pieces/m2. One pond as control pond, without addition C-carbohydratesource A pond. The other pond B pond, after one month shrimp cultured wasstarted to add C-carbohhydrate source to enhance C N ratio in pond waters up to101, which its hoped that biofloc to be easily to develop. Shrimp feed given to thepost larvae at the dosage 100% of total biomass at the first two weeks, and then atevery two weeks later, the feed percentages was reduced to attain of totalbiomass at fourth month of shrimp culture. In biofloc pond pond B, the feed given tothe shrimp was reduced 10%-20% from the portion after biofloc develop. Shrimpsurvival rate, production, and feed convertion were calculated after shrimp quality salinity, water pH, and dissolved oxygen was monitored daily. TSS,VSS, and biofloc volume in pond water were monitored. Total haemocyte and prophenoloxidase were calculated at near shrimp harvested. Result of the research showedthat the pond with addition of C-carbohidrate source floc developed in B pond withlower of feed convertion ratio compared than that of control pond A pond. Shrimpproduction and shrimp survival rate was higher in B pond compared than that of Apond. Total haemocyte and prophenol oxidase in shrimp was higher in pond with flocdevelop B pond compared than that of A pond control pond.KEYWORDS C-carbohydrate source, survival, production, feed convertion,Litopenaeus vannameiPENDAHULUANUdang putih Litopenaeus vannamei mulaidiintroduksi dan dibudidayakan pada tahun1999 dan menunjukkan hasil yang baik,sehingga telah menggairahkan kembali usahapertambakan di Indonesia. Udang vanamemempunyai keunggulan komparatif dibandingjenis udang budidaya lainnya, antara lainsintasan udang tinggi >70%, ketersediaanbenur berkualitas, Spesific Phatogen Free SPF,dapat dibudidayakan dengan kepadatan tebartinggi, tahan penyakit, dan konversi pakanrendah Anonim, 2003; Poernomo, 2004;Gunarto & Hendrajat, 2008; Gunarto et al.,2009.Peningkatan produksi udang vaname ber-korelasi dengan meningkatnya penggunaanpakan sebagai salah satu faktor produksi utamadalam kegiatan budidaya secara intensif. Alo-kasi biaya pakan dapat menyerap 60%-70%dari total biaya produksi. Dengan semakinmahalnya biaya produksi, maka upaya efisiensiharus dilakukan, satu di antaranya meng-gunakan teknologi bioflok Avnimelech, 1999;2007; Schryver et al., 2008. Prinsip dariteknologi bioflok adalah menumbuhkanmikroorganisme terutama bakteri heterotrofdi air tambak yang dimaksudkan untukmenyerap komponen polutan, amoniak yangada di air tambak dan selanjutnya dikonversimenjadi protein bakteri dan dapat dijadikansebagai substitusi pakan bagi udang vanameyang teknologi budidaya udang polaintensif agar dapat terbentuk bioflok, makarasio C/N harus ditingkatkan >101, kemudiansedikit atau tidak sama sekali dilakukanpenggantian air dan diberi aerasi yang kuatdan merata, sehingga oksigen tidak pernahlebih rendah dari 4 mg/L Avnimelech, 2009.Untuk meningkatkan rasio C N, maka beberapasumber C-karbohidrat dapat ditambahkan, diantaranya molase Samocha et al., 2006,tepung tapioka Hari et al., 2004, glukosa dangliserol Ekasari, 2008, sukrosa Kartika, 2009.Perubahan rasio C/N menjadi >101 dalamair tambak akan mengubah sistem dalamtambak yaitu dari autotrof di mana untukmengendalikan kondisi kualitas air hanyamengandalkan kelimpahan dan keragamanfitoplankton, kemudian berubah menjadiheterotrof yaitu untuk mengendalikan kondisikualitas air hanya mengandalkan McIntosh 2000, perubahan di tam-bak udang intensif dari sistem autotrof keheterotrof terjadi pada minggu ke-9 atau 10,di mana tanda-tandanya adalah terjadi busayang biasanya muncul di permukaan terdiri atas partikel serat organikyang kaya selulosa, partikel anorganik kalsiumkarbonat hidrat, biopolymer, bakteria, proto-394J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 3 Tahun 2012 393-405 zoa, detritus, ragi, jamur, dan zooplanktonAnonim, 2009. Selanjutnya menurut Taconet al. 2002, bioflok kaya akan threonin, valin,isoleusin, dan phenilalanin juga menurut McIntosh 2000,kandungan asam amino bioflok terdiri atasarginin, lisin, dan methionin. Gunarto &Suryanto 2011 mendapatkan 15 jenis asamamino yang terkandung dalam bioflok, denganpersentase yang tinggi yaitu leusin 2,32%,lisin 1,79%, dan valin 1,17%. Bioflok jugamengandung vitamin yang fungsinya dapatmenggantikan vitamin yang disuplai melaluipakan komersial Tacon et al., 2002 dan enzimyang dapat membantu proses pencernaanpakan pada udang, sehingga udang menjaditumbuh lebih cepat Moss et al., 2001. Dengandemikian, apabila dalam tambak telah ter-bentuk bioflok dan bioflok tersebut dimakanoleh udang, maka akan menghemat pakan yangdiberikan pada udang. Saenphon et al. 2005menyatakan bahwa bioflok mudah terbentukpada tambak yang menggunakan plastik HighDensity Polyethylene HDPE.Pemanfaatan bioflok pada budidaya udangdi tambak di samping untuk mengefisienkanbiaya produksi, diharapkan juga mampumeminimalisir risiko serangan penyakitmisalnya WSSV, Mio, Vibrio sp., dan penelitian ini telah di-monitor totalhaemosit pada udang yang pada krustasea berfungsi sebagaisel pagositosis, pengkapsulan dan pemecahlysis sel asing yang ada dalam badan udangJohansen et al., 2000; Bachere, 2000; Gilles& Haffner, 2000. Tujuan penelitian untukmengetahui pengaruh penambahan sumberC-karbohidrat ditumbuhkan bioflok padabudidaya udang vaname pola intensif ditambak terutama efeknya pada pertumbuhan,sintasan, produksi, dan nilai konversi DAN METODEPenelitian budidaya udang vaname dengansistem bioflok dilakukan di tambak BalaiPenelitian dan Pengembangan Budidaya AirPayau BPPBAP di Punaga, Kabupaten unit tambak dengan dasar tanah masing-masing ukuran m2 tambak A dan tambak B digunakan pada penelitian persiapan tambak meliputi penge-ringan, pemadatan pelataran tambak, penga-puran, pengisian air, pemupukan, pemasangankincir, dan penebaran benur vaname denganpadat penebaran 75 ekor/m2. Pakan komersialyang mengandung protein sekitar 35% di-berikan sejak awal setelah penebaran dengandosis 100% dari total biomassa udang, kemu-dian pakan yang diberikan persentasenyaditurunkan setiap dua minggu sekali hinggamencapai 2,5% dari bobot biomassa udangsetelah masuk periode pemeliharaan bulanke-IV. Selanjutnya dari dua petak tersebutdilakukan upaya sebagai berikutA. Satu petak tambak ukuran m2 tambakA tidak dilakukan upaya untuk menum-buhkan bioflok, tetapi hanya dilakukanpenambahan fermentasi probiotik komersialsebanyak 4 mg/L/3 hari selama masa pe-meliharaanB. Satu petak tambak ukuran m2 tambakB dilakukan penambahan fermentasiprobiotik komersial sebanyak 4 mg/L/3 hariselama masa pemeliharaan dan diupayakantumbuh bioflok dengan cara sebagaiberikut; setelah satu bulan pemeliharaan,maka di air tambak mulai ditambahkanmolase sebagai sumber C-karbohidratdengan tujuan untuk meningkatkan rasioCN hingga pada kisaran 121. Rasio CNpakan yang diberikan ke udang, dijadikandasar berapa seharusnya penambahanmolase. Apabila jumlah pakan yang dibe-rikan pada hari ke-60 sebanyak 20 kg/petak/hari dengan N pakan = 5,6%; makajumlah N sebanyak g. C dalam pakan45%, maka total C dalam pakan = demikian rasio CN dalam pakan =8,0351. Maka untuk menjadikan CN rasiodalam air tambak menjadi 121, maka sumberC karbohidrat yang ditambahkan ke airtambak yaitu sebanyak N x 12-8,035 x100/45 = g x 3,964 x 2,2 = Selanjutnya apabila jumlah pakan yangdiberikan ke udang telah berubah, makajumlah molase juga akan berubah diten-tukan oleh jumlah pakan yang diberikanke udang dan rasio CN yang diharapkandi air bioflok tumbuh, maka harus diper-tahankan kelimpahannya yaitu dengan carapemberian sumber C karbohidrat tidak rutindilakukan setiap hari, tetapi diperlebar selangwaktunya menjadi setiap tiga hingga empathari sekali. Penambahan air dari tandon ketambak dilakukan hanya untuk mengganti airyang hilang akibat rembesan, evaporasi, atauair yang dibuang. Konsentrasi oksigen terlarutdiupayakan selalu di atas 4 mg/L, denganmenambah jumlah kincir apabila udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto395 Apabila di tambak B telah tumbuh bioflok,maka dosis pakan dikurangi sebanyak 10%-20% dari dosis pakan standar yang ditetapkanyang diperuntukan pada udang di perlakuan Akontrol. Pemberian pakan dengan frekuensi2-4 x selama 24 jam dan waktu pemeliharaanselama 110 yang diamati selama pemeliharaanmeliputi pertumbuhan udang yang di-monitorsetiap dua minggu. Sedangkan sintasan,produksi, dan konversi pakan dihitung padaakhir penunjang yang diamati me-liputi salinitas, pH air, dan oksigen terlarutdi-monitor langsung di bioflok terbentuk di tambak makadilakukan pengamatan volume bioflok dengancara mengambil air tambak menggunakantabung kaca kerucut Imhoff cone volume 250mL, kemudian air dibiarkan selama 15-20 menitagar supaya bioflok mengendap. Selanjutnyadicatat berapa volume bioflok yang mengen-dap. Di samping itu, juga diambil sampel airtambak A kontrol dan tambak B masing-masing sebanyak 200 mL, dibawa ke labo-ratorium untuk dianalisis nilai Total SuspendedSolid dan Volatil Suspended Solid berdasarkanmetode di bawah iniPerhitungan TSS dan VSS adalah sebagaiberikutbuang, selanjutnya diteteskan di haemosito-meter untuk dihitung jumlah selnya per mLdengan bantuan mikroskop cahaya binokulerpada pembesaran 400 x. Total sel hemositdihitung menggunakan rumusdi manaN = Jumlah sel hemosit sel/mLn1, n2, n3, n4, n5 = Jumlah sel hemosit dalamkotak kecil hemositometerBeberapa parameter imun pada udang jugadi-monitor yaitu total haemosit dan prophenoloksidase PO. Pengukuran total haemositdigunakan metode dari Blakxhall & Daishley1973. Sampel udang masing-masing se-banyak 15 ekor dari tambak A dan tambak Bditangkap menjelang udang dipanen totaluntuk diambil haemolimphnya. Pengambilanhaemolimph sebanyak 0,1 mL dari pangkalkaki renang pertama menggunakan syringesteril yang sudah berisi 0,3 mL antikoagulanNa-sitrat 3,6%. Campuran dihomogenkandengan cara menggoyangkan tangan mem-bentuk angka delapan. Tetesan pertama di-Aktivitas PO diukur berdasarkan formasidopachrome yang dihasilkan oleh L-dihydroxyphenil alanine L-Dopa denganmenggunakan spektrofotometer merkGenesys. Pengukuran aktivitas PO mengacupada prosedur Liu & Chen 2004. Sebanyak0,1 mL hemolim ditambah dihomogenkandengan 900 mL antikoagulan dalam ini kemudian disentrifuge dengankecepatan 700 x g pada 4oC selama 20 supernatan dibuang dan pelet dibilasdengan 1 mL cocodilate-citrate buffer 0,01 Msodium cacodylate, 0,45 M sodium chloride,0,10 M trisodium citrate, pH 7 dan disentrifugekembali dengan kecepatan dan kondisi yangsama. Supernatan dibuang dan pelet dilarut-kan dengan cacodylate buffer 0,01 M sodiumcacodylate, 0,45 M sodium chloride, 0,01 Mkalsium klorid, 0,26 M magnesium klorid, pH7.Larutan kemudian dibagi dua masing-masingsebanyak 100 μL. Larutan pertama diinkubasidengan 50 μL trypsin 1 cacodylatebuffer sebagai aktivator sedangkan larutankedua ditambahkan 50 μL cacodylate bufferpengganti tripsin. Kedua-duanya diinkubasiselama 10 menit pada temperatur masing-masing ditambah 50 μL L-DOPA 3 mg/mL cacodylate buffer dan 5 menitkemudian ditambahkan 800 μL cacodilatebuffer. Aktivitas PO kemudian diukur meng-gunakan spektrofotometer dengan kerapatanoptik adalah absorban 490 nm. Densitas optikalOD dari aktivitas PO pada semua kondisi ujidinyatakan sebagai formasi dopachrome dalam50 μL pertumbuhan, sintasan, produksi,nilai konversi pakan, total haemosit, danpropenol oksidase dari dua perlakuan yangdiuji dibandingkan dan dianalisis menggu-nakan T test. Data volume bioflok, Total Sus-pended solid TSS, Volatil Suspended SolidVSS dianalisis secara = n1 + n2 + n3 + n4 +n55x 25 x 104di manaA = Bobot wadah petridish kosong + contoh ujibioflok yang sudah disaringB = Bobot wadah petridish kosong mgV = Volume contoh mL = 50 mLVSS mg/L = TSS – Jumlah abuTSS mg/L = x 100A – BV396J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 3 Tahun 2012 393-405 HASIL DAN BAHASANPertumbuhan udang di petak A kontrolnampak lebih tinggi daripada di tambak Bditumbuhkan bioflok, terutama dari mulaiumur pemeliharaan 28 hari hingga panen padatanggal 24 September 2011 yaitu pada umurpemeliharaan 110 hari Gambar 1. Pada tambakA, ukuran udang yang dipanen mencapai rata-rata 17,80 g/ekor dengan laju tumbuh harianrata-rata 0,16 g/hari. Di tambak B, rata-rataukuran udang yang dipanen 13,38 g/ekordengan laju tumbuh harian 0,12 g/hari. Padapenelitian terdahulu dengan padat tebar benurvaname 25 ekor/m2, lama pemeliharaan selama98 hari diperoleh laju tumbuh harian 0,12-0,17g/hari Gunarto & Hendrajat, 2008. Pada padattebar 50 ekor/m2 dengan lama pemeliharaan98 hari, diperoleh laju tumbuh harian 0,14-0,15g/hari Gunarto et al., 2009. Subyakto et al.2008 mendapatkan bobot akhir udangvaname yang lebih besar yaitu pada kisaran16,67-17,25 g dengan masa pemeliharaan 105hari. Keadaan yang demikian disebabkan padattebar 60 ekor/m2, kondisi tambak dengansalinitas 15-20 ppt, dan kontruksi tambakdengan sistem pembuangan terpusat centraldrain. Sedangkan pada penelitian ini, padattebar lebih lebih tinggi yaitu 75 ekor/m2dengan salinitas 35-53 ppt dan konstruksitambak dengan sistem pembuangan lewatpintu udang di tambak B nampaklebih rendah apabila dibanding denganpertumbuhan udang di tambak A. Berdasarkanmonitoring populasi udang pada hari ke-70,telah diketahui bahwa populasi udang ditambak A kurang lebih hanya 50% dari populasiudang di tambak B. Di tambak B, pada hari ke84, bioflok sudah tumbuh, sehingga dosispakan yang diberikan ke udang di petak B yangseharusnya sebanyak 3% dari total perkiraanbiomassa udang dalam tambak, namun untukefisiensi hanya diberikan pakan 2,5% daritotal perkiraan berat biomassa udang dalamtambak. Dua hal tersebut yang menyebabkanpertumbuhan udang di tambak B lebih lambatdaripada pertumbuhan udang di tambak udang dipanen diperoleh sintasanudang 34,32% tambak A dan 70,72% tambakB Tabel 1.Pertumbuhan bioflok di tambak B, nampakcukup padat yaitu mencapai 15 mL/L, terutamasetelah masa pemeliharaan 90 hari danselanjutnya volume flok diatur agar konstanhingga menjelang panen dengan cara menga-tur jumlah dan selang waktu pemberian molaseke tambak hingga hanya setiap tiga/empathari sekali dan seminggu dua kali dilakukanpembuangan air tambak melalui pintu air,terutama air tambak yang sudah berwarnahitam. Penambahan air dilakukan hanya untukmengganti air yang keluar dari udang pada penelitian ini apabiladibandingkan dengan penelitian terdahulu,misalnya budidaya udang vaname denganaplikasi beberapa jenis probiotik dengan padatGambar 1. Pertumbuhan udang vaname selama pemeliharaan 110 hari di tambakkontrol A dan tambak dengan sistem bioflok BFigure 1. The growth of vaname during 110 days of culture in control pondpond A and pond with biofloc systems BHari DaysBobotWeight g120A. Kontrol ControlB. Bioflok Biofloc18161412108642014 28 42 56 70 84 98 110Budidaya udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto397 tebar 25 ekor/m2 yang benurnya diambil daripanti benih di Takalar yang lokasinya hanyadua jam transportasi untuk mencapai tambak,dengan lama pemeliharaan 98 hari men-dapatkan sintasan 91%-96,5% Gunarto &Hendrajat, 2008. Selanjutnya pada budidayaudang vaname dengan dosis probiotik ber-beda dengan padat tebar 50 ekor/m2, benihjuga diambil dari panti benih yang sama diTakalar dengan lama pemeliharaan 98 haridiperoleh sintasan 75%-86% Gunarto et al.,2009. Pada penelitian budidaya udang windupola intensif yang dilakukan pada tahun 2009benih diambil dari panti benih yang sama jugadi Takalar, setelah dibudidayakan di tambakselama 112 hari diperoleh sintasan sebanyak90%-99% Gunarto et al., 2010a. Pada pene-litian budidaya udang windu pola intensif yangdilakukan pada tahun 2010, di mana benurdidatangkan dari Kabupaten Barru dengan lamaperjalanan >9 jam, pada waktu panen hanyadiperoleh sintasan 39%-40% Gunarto et al.,2010b. Sintasan udang yang diperoleh padapenelitian ini cukup rendah baik di tambak Adan B. Hal ini kemungkinan diakibatkan olehlamanya transportasi benur yang berasal daripanti benih di Situbondo, Jawa Timur, selan-jutnya dibawa ke Desa Punaga, KabupatenTakalar dengan lama transportasi selama >10jam, sehingga menurunkan vitalitas ini berlangsung pada waktusalinitas air tambak cukup tinggi selamapemeliharaan yaitu dari 35 ppt pada waktutebar, hingga mencapai 53 ppt pada waktupanen. pH air berfluktuasi antara 7,5-8, oksigen terlarut pada awal pene-litian di pagi hari jam masih 6 mg/L, namunpada saat mendekati panen konsentrasioksigen paling rendah mencapai 4 mg/ vaname yang dibudidayakan denganpola tradisional plus mampu tumbuh baikpada salinitas tinggi 3-53 ppt Gunarto &Mansyur, 2007. Dengan demikian faktor padattebar dan sintasan udang yang lebih dominanberpengaruh pada kecepatan pertumbuhanudang dari pada salinitas yang udang di tambak A kg/petak kg/ha, sedangkantambak B dengan sistem bioflok kg/petak kg/ha. Nampakbahwa produksi udang masih rendah karenatarget produksinya setiap petak 3 ton/petak7 ton/ha dengan asumsi bobot udang rata-rata 14 g dan sintasan 80%. Tidak tercapainyatarget tersebut kemungkinan disebabkan olehvitalitas benur vaname yang ditebar kurangbaik, sehingga menghasilkan sintasan yangrendah. Nilai konversi pakan pada udang daritambak dengan sistem bioflok tambak B jugalebih rendah yaitu hanya 11,58 dibandingdengan dari tambak A, kontrol yaitu 11,82Tabel 1. Penelitian terdahulu pada budidayaudang vaname dengan padat tebar 25 ekor/m2 mendapatkan nilai konversi pakan padakisaran 1,21-1,30 Gunarto & Hendrajat, 2008dan dengan padat tebar 50 ekor/m2 nilai kon-versi pakan pada kisaran 1,37-1,69 Gunartoet al., 2009. Dengan demikian bahwa di tam-bak B, dengan sistem bioflok menyebabkanproduksi udang lebih banyak daripada pro-duksi udang di tambak A kontrol, juga nilaikonversi pakan lebih rendah 11,58 di tam-Tabel 1. Bobot akhir, sintasan, produksi, dan nilai konversi pakan udang vaname yangdibudidayakan dengan sistem bioflokTable 1. Final weight, survival, production, and feed convertion ratio of vaname cultured usingbiofloc systemsPerl a k ua nTreatmentsBob ot awal Initial weig ht gBobo t akhir Fina l weight gSintasan Survival rat e %Pro duksi kg/petak Production kg/pondPro d uk si Production kg/haNilai konve rsi pakanFeed convertion rat ioA 1, 4, 2, 6, NoteA. Tanpa upaya penumbuhan bioflok Without an effort to develop bioflokB. Diupayakan tumbuh bioflok With effort to develop biofloc398J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 3 Tahun 2012 393-405 bak B dengan sistem bioflok daripada yangdiperoleh di tambak A kontrol yaitu 11,82.Hal ini karena bioflok juga dimanfaatkansebagai subsitusi pakan bagi udang vanameyang dibudidayakan. Namun demikian tek-nologi bioflok tidak selalunya mampu meng-efisiensikan pakan, seperti yang dilaporkanoleh Bob Rosenberry 2011 di bahwa di Belize aquaculture,Amerika, untuk mencapai pertumbuhan udangvaname hingga ukuran 14-15 g, diperlukannilai konversi pakan lebih dari 2. Hal ini karenadigunakan pakan dengan kandungan protein25%-28%, dan terlalu mengandalkan penam-bahan sumber karbohidrat untuk menum-buhkan bioflok. Sehingga disimpulkan bahwapenambahan karbohidrat seharusnya tempo-ral saja, yaitu pada waktu kandungan amoniaktinggi dan untuk dapat nilai konversi pakanyang rendah, tetap harus digunakan pakanyang berkualitas tinggi namun harus diberikanke udang secara BIOFLOKHasil monitoring terhadap produksi bioflokdi tambak, nampak bahwa pada akhir bulankedua sebetulnya bioflok sudah terbentuk ditambak B, namun ukurannya masih kecilGambar 2 A. Pada akhir bulan ketiga strukturdan ukuran bioflok sudah mulai membesar danbanyak dijumpai protozoa yang mengonsumsibioflok Gambar 2b. Menurut Zhi et al. 2008,komponen alga penyusun bioflok terdiri atasdiatom, klorofita, sianobakteri, dinoflagelata,dan bulan ketiga hingga menjelang panenwarna air tambak masih hijau pada perlakuanyang ditumbuhkan biofloknya, namun flokyang terbentuk volumenya sudah cukup padat15 mL/L air tambak. Hal ini berbeda denganyang dikemukakan oleh McIntosh 2000perubahan di tambak udang intensif darisistem autotrof ke heterotrof terjadi padaminggu ke-9 atau 10, di mana tanda-tanda-nya adalah terjadi perubahan pada busa yangbiasanya muncul di permukaan air tambakmenjadi menghilang, warna hijau dari fito-plankton di air tambak berubah menjadi pengamatan di tambak budidayaudang vaname pola intensif di Desa LaikangKabupaten Takalar, dengan padat tebar 150ekor/m2 dan jumlah pakan yang diberikan perhari sudah mencapai 200 kg/petak pada harike-90, ternyata bioflok telah terbentuk dengansendirinya tanpa ada penambahan sumber Ckarbohidrat ke dalam air tambak, dengan warnaair tambak coklat. Sedangkan pada petakantambak lainnya dengan padat penebaran yangsama dan jumlah pakan yang diberikan per harijuga sama dan dilakukan upaya menumbuhkanbioflok dengan cara selalu ditambahkanmolase sebanyak 15 kg/2 hari, pada hari ke-90 bioflok tumbuh padat 14 mL/L air tambakdengan warna air tambak hijau. Dengan demi-kian terdapat beberapa warna bioflok diantaranya coklat dan hijau. Perbedaan warnabioflok disebabkan adanya perbedaan domi-nasi komponen fitoplankton penyusun bioflokyaitu dominan pigmen klorofil pigmen primeruntuk bioflok yang berwarna hijau dankarotenoid pigmen sekunder untuk bioflokABGambar 2. Flok yang diperoleh pada umur pemeliharaan udang 70 hari A dan flok yangdiperoleh pada umur pemeliharaan 105 hari BFigure 2. Floc was develop at the 70 day of culture A and floc was develop at the 105 day ofculture BBudidaya udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto399 yang berwarna coklat. Menurut fungsinyaselama fotosinthesis, pigmen karotenoiddiklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitupigmen fotosinthesis misalnya fukokanthin,peridinin, prasinokanthin, beta-karoten, danpigmen fotoproteksi misalnya antherakanthin,diadinokanthin, dan alokanthin Zhi et al.,2008.Kecepatan aktivitas bioflokulasi ditentu-kan oleh jenis kombinasi mikroorganisme-nya. Kartika 2009 mendapatkan bahwakombinasi antara diatom, Chaetoceros bakteri Achromobacter liquefaciens,kemudian Thalassiosira sp. dan Achromobacterliquefaciens merupakan kombinasi terbaikdalam pembentukan bioflok dan kondisi bioflokstabil sampai 7 hari. Kemudian dijelaskan jugabahwa rasio CN yang paling baik untukmenghasilkan bioflok dan mereduksi amoniakadalah 10 penelitian ini, bakteri yang selaluditambahkan melalui penambahan fermentasiprobiotik komersial yang dilakukan setiaptiga hari sekali dengan tujuan untuk mem-percepat terbentuknya bioflok di air tambakadalah didominasi oleh Bacillus subtilis, B. megaterium, Pseudomonas sp., danAerobacter sp. Bioflok terbentuk di tambak Bsejak hari ke-70 dan berwarna hijau. Tidaksemua bakteri dapat membentuk bioflok dalamair. Genus Bacillus hanya dua spesies yangmampu membentuk bioflok yaitu Bacillussubtilis dan Bacillus cereus. Bakteri tersebutmensintesa senyawa Polihidroksi alkanoatPHA, seperti poli β hidroksi butirat yangdigunakan sebagai bahan polimer untukpembentukan ikatan polimer antara substansisubstansi pembentuk bioflok. Bakteri berperan positif pada organisme yangdibudidayakan diantaranya meningkatkanpertumbuhan, sintasan, daya cerna, sistemkekebalan dan kualitas air melalui prosesbioremediasi Matteo et al., 2010. B. subtillisdikombinasikan dengan B. licheniformis danB. pumilis sebagai probiotik dan diaplikasi-kan pada ikan trout ternyata menghasilkanpertumbuhan yang cepat dan tahan terha-dap serangan penyakit Bagheri et al., 2008.Bacillus subtilis, B. cereus, B. megaterium,Pseudomonas sp. dan Aerobacter sp. sebagaiprobiotik diaplikasikan pada budidaya udangvaname dengan padat tebar 25-50 ekor/m2mampu memberikan pertumbuhan udang yangbaik, sintasan tinggi 75%-99% dan menurun-kan konsentrasi amoniak di air tambak Gunartoet al., 2008; 2009. Bakteri lainnya pembentukbioflok adalah Zooglea ramigera, Escherichiaintermedia, Paracolobacterium aerogenoids,Flavobacterium sp., Pseudomonas alcaligenes,Sphaerotillus natans, Tetrad sp., dan Tricodasp, Anonimous, 2009.Adapun efek pertumbuhan bioflok ditambak B pada pertumbuhan udang vanameyang dibudidayakan nampak bahwa meskipunpadat tebar lebih tinggi 75 ekor/m2, namunlaju tumbuh harian udang tidak jauh berbedadengan laju tumbuh harian udang vanameyang dibudidayakan dengan padat tebar 25dan 50 ekor/m2. Namun demikian jelas bahwamasih perlu dilakukan penelitian secara detailuntuk mengetahui kombinasi antara bakteriatau probiotik dengan dominan fitoplanktonyang tumbuh di tambak untuk menciptakanbioflok yang lebih berkualitas dan disukaiudang vaname yang dibudidayakan sehinggamampu mempercepat laju tumbuh udang,meningkatkan produksi dan terjadi efisiensibiaya produksi udang secara nyata. MenurutSchryver et al. 2008, teknologi bioflokmerupakan teknologi yang ramah lingkungankarena memproduksi biomassa baru yangterbentuk dari gabungan mikro algae danbakteri heterotrof yang ditumbuhkan denganadanya limbah nutrien pada sistem budidayaintensif. Kualitas bioflok yang diharapkanadalah setara dengan pakan buatan yangsekarang banyak digunakan pada budidayaudang vaname intensif. Sehingga untukmelihat kualitas bioflok maka harus diamatikandungan protein, Pollyansaturated FattyAcid PUFA, dan lemak merupakan parameterpenting sebagai penentu kemungkinanbioflok sebagai pakan dalam budidaya udang/ tambak A, setelah lebih dari 100 haripemeliharaan nampak bioflok mulai meningkatvolumenya Tabel 2. Perkembangan bioflokditandai dengan melimpahnya busa di per-mukaan air tambak. Hal ini sependapat denganyang dikemukakan oleh Anonimous 2009bahwa di tambak budidaya udang pola intensifbioflok akan terbentuk dengan berdasarkan pengamatan di lapangankecepatan pertumbuhan bioflok dan volu-menya yang terbentuk sangat bergantungpada padat tebar udang, jumlah harian pakanyang diberikan ke udang dan sistem jumlah harian pakan yang diberikan keudang semakin banyak, dikombinasi denganpemberian fermentasi probiotik komersial400J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 3 Tahun 2012 393-405 juga dilakukan setiap hari sebanyak 4 mg/L,aerasi yang cukup di seluruh permukaan dankolom air, maka bioflok juga akan cepat ter-bentuk dan volumenya juga cepat Avnimelech 2009, di air tambakudang umumnya volume bioflok sebanyak 2-40 mL/L dan mencapai 100 mL/L di kolam menurut Nyan Taw 2010, volumebioflok yang ideal untuk tambak udang vanameintensif adalah sebanyak 15 mL/L. Oleh karenaitu, pada penelitian ini bioflok yang terbentukselalu distabilkan volumenya agar tidakmelebihi 15 mL/L air tambak, dengan caramengatur penambahan sumber C karbohidrat/molase dilakukan tidak setiap hari lagi setelahbioflok tumbuh padat, tetapi menunda hinggasetiap tiga hingga empat hari sekali dandilakukan penggantian Suspended Solid TSS danVolatil Suspended Solid VSSPadatan tersuspensi total TSS adalahbahan-bahan tersuspensi yang tertahan padasaringan millipore dengan diameter pori 0,45mikron. VSS adalah bahan organik yangteroksidasi pada pemanasan dengan suhuTabel 2. Rata-rata volume bioflok yang terbentuk pada tambak kontrol tambak A dan tambakdengan sistem bioflok tambak BTable 2. Mean of biofloc volume develop in control pond pond A and pond with biofloc systempond BKeterangan NoteA. Tanpa upaya penumbuhan bioflok Without an effort to develop bioflokB. Diupayakan tumbuh bioflok With effort to develop bioflocTanpa aplikasi sumber C karbohidratWithout application of C carbohydrat e source Pet ak A Pond AAplikasi sumber C karbohidrat mulai 4 Juli 2011Application of C carbohydrat e source start ed a t 4 July, 2011 Pe t a k B Pond B 21/8 Avera g e mL/L bioflo k yang terbentuk mL/ mL air tambakVolume of biofloc mL/1,000 mL pond wat erTanggal sa m p li n gDa t e o f sa m p li n gBudidaya udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto401 600oC Effendi, 2003. Menurut Avnimelech2009, nilai TSS normal pada air tambak udangintensif adalah sekitar 50-300 mg/L, sedang-kan pada tambak ikan intensif mencapai Pada penelitian ini, nilai TSS paling tinggidi tambak yang tidak ditumbuhkan bioflokadalah 102,6 mg/L, sedangkan pada tambakyang ditumbuhkan bioflok 210,6 mg/L Gambar3 A. Selanjutnya telah diestimasi bahwa setiap100 mg TSS/L air tambak adalah sama dengansekitar kg pakan/ha. Namun demikianberapa persen dari bioflok yang dikonsumsioleh udang dapat menggantikan posisi pakanbuatan, sehingga ada efisiensi biaya produksidan bagaimana dengan pertumbuhan udangdan nilai konversi pakan. Pertanyaan selan-jutnya apakah pakan dengan kandungan pro-tein rendah baik digunakan sebagai pakanudang, setelah flok tumbuh. Dari hasil analisisbiokimia, bioflok yang diproduksi di bostermenggunakan bak kerucut di laboratoriumkandungan proteinnya sebesar 28,73%dengan kandungan asam amino esensial dannon esensial yang cukup lengkap Gunarto &Suryanto, 2011. Namun dari hasil analisisbioflok yang diproduksi pada penelitian inikandungan proteinnya hanya 20%-23%.Nilai VSS pada awalnya rendah di keduapetak tambak, selanjutnya meningkat di petakB hingga mencapai 21,14 mg/L pada bulanGambar 3. Nilai Total Suspended Solid TSS A dan nilai Volatil Suspended SolidVSS B di tambak kontrol A dan di tambak dengan sistem bioflok BFigure 3. TSS value A and VSS value B in control pond A and pond with bioflocsystems BWaktu TimeVolatil Suspended Solid mg/L21 Aug. 29 Aug. 6 Sep. 12 Sep. 18 Sep. 20 Kontrol ControlB. Bioflok BioflocWaktu TimeTotal Suspended Solid mg/L21 Aug. 29 Aug. 6 Sep. 12 Sep. 18 Sep. 20 Kontrol ControlB. Bioflok Biofloc20015010050020151050402J. Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 3 Tahun 2012 393-405 September 2011 menjelang udang dipanen,sedangkan di petak A nilai VSS relatif stabildan tertinggi hanya mencapai 10,17 mg/LGambar 3 B.TOTAL HAEMOSIT DAN PROPHENOLOKSIDASEDalam badan udang tidak mempunyaiimmunoglobulin yang berperan dalam keke-balan, tetapi hanya mempunyai sel haemosityang merupakan faktor pertahanan seluler danhumoral yang penting sebagai pertahananbadan melawan serangan organisme haemosit berfungsi fagositose, proseskoagulasi, dan pelepasan propenoloksidase,sinthesis alpha-2 makroglobulin denganglutinin dan peptida anti bakteri Johansen etal., 2000; Bachere, 2000; Gilles & Haffner,2000. Sehingga penyebaran dan peningkatanjumlah haemosit merupakan bentuk dari responimun seluler pada tumbuh udang Itami, 1994.Hasil analisis total haemosit pada udangvaname yang dibudidayakan di tambak sistembioflok tambak B menunjukkan bahwa totalhaemosit jumlahnya lebih banyak daripadatotal haemosit udang di tambak A kontrol.Hasil analisis statistik menunjukkan prophenoloksidase udang di tambak B jumlahnya lebihbanyak secara signifikan P101, menyebabkan berkembangnyabioflok lebih cepat terbentuk di tambak dan produksi udang vaname tinggi70,72%; kg/ha, juga nilai konversipakan rendah 11,58 pada tambak yangditumbuhkan biofloknya tambak B. Sedang-kan pada tambak kontrol sintasan dan produksiudang vaname rendah 34,3%; kg/haTabel 3. Total haemosit dan prophenol oksidase pada udang dari tambakkontrol A dan tambak dengan sistem bioflok BTable 3. Total haemocyte and prophenol oxydase from shrimp in controlpond A and pond with biofloc systems BKeterangan NoteA. Tanpa upaya penumbuhan bioflok Without an effort to develop bioflokB. Diupayakan tumbuh bioflok With effort to develop bioflocPerlakuan Total haemosit sel/mL Prophenol oksidaseTreatments Total ha emocyte cells/mL Prophenol oxydaseA 4,400,000±1,900,000a 6,600,000±540, udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto403 dan nilai konversi pakan tinggi 11,82. Totalhaemosit dan prophenol oksidase jugameningkat pada udang yang hidup di tambakyang volume biofloknya lebih tinggi tambakB daripada udang yang diambil dari tambakkontrol tidak diupayakan tumbuh biofloktambak A.DAFTAR ACUANAnonim. 2003. Litopenaeus vannamei sebagaialternatif budidaya udang saat ini. PT Cen-tral Proteinaprima Charoen PokphandGroup Surabaya, 16 2009. Konsep Budidaya Udang SistemBakteri Heterotroph dengan Bioflocs. AIYUShirotabiota Indonesia. BiotechnologyConsulting & Trading Komplek Sapta TarunaPU, Blok B1 No. 13 Bandung, Jawa Barat,Indonesia, 14 Y. 1999. Carbon/Nitrogen ratio ascontrol element in aquaculture 176 Y. 2007. Feeding with microbialflocs by tilapia in minimal discharge bio-flocs technology ponds. Aquaculture, 264 Y. 2009. Biofloc Technology, APractical Guide Book. World AquacultureSociety. Baton Rouge, Louisiana, AmerikaSerikat, 181 E. 2000. Shrimp immunity and diseasescontrol. Aquaculture, 191 T., Hedayati, Yavari, V., Alizade,M., & Farzanfar, A. 2008. Growth, survivaland gut microbial load of rainbow troutOnchorhynchus mykiss fry given dietsupplemented with probiotic during thetwo months of first feeding. Turk. J. Sci., 8 P. & Daishley, K. 1973. Some bloodparameters of the Rainbow Trout I. TheKamloops variety, J. Fish. Biol., 5 Rosenberry. 2011. Shrimp News Interna-tional, free news page. New release in2011. Darminto take over big Penaeusmonodon farm in Bali since diakses 11Nopember 1990. Water quality in ponds foraquaculture. Auburn University, AlabamaUSA, 482 Lawrence, & Leung-Trujillo, The effect of salinity on growth andsurvival of Penaeus vannamei, with obser-vation on interaction of IHHN virus andsalinity, Aquaculture, 122 H. 2003. Telaah kualitas air bagipengelolaan sumber daya dan lingkunganperairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta,hlm. J. 2008. Bio-flocs technology The ef-fect of different carbon source, salinity andthe addition of probiotics on the primarynutritional value of the bio-flocs. ThesisMaster pada Ghent University, Belgia, Le Moullac & Haffner, P. 2000. Environ-mental factors affecting immune responsesin crustacea. Aquaculture, 191 M. 2008. Respon imun udang winduPenaeus monodon Fabricus yang diimuni-sasi dengan protein membran imunogenikMP 38 dari Zoothamnium penaei. ProsidingSeminar Nasional Hasil Riset Kelautan danPerikanan, Fakultas Perikanan dan IlmuKelautan, Universitas Brawijaya, Malang, 8Nopember 2008, hlm. & Mansyur, A. 2007. Budidaya udangvanamei Litopenaeus vannamei di tambakdengan padat tebar berbeda menggunakansistem pemupukan susulan. J. Ris. Akua-kultur, 22 & Hendrajat, 2008. Budidayaudang vanamei, Litopenaeus vannameipola semi intensif dengan aplikasi be-berapa jenis probiotik komersial. J. 33 Mansyur, A., & Muliani. 2009. Aplikasidosis fermentasi probiotik berbeda padabudidaya udang vaname Litopenaeusvannamei pola intensif. J. Ris. Akuakultur,42 Muliani, & Mansyur, A. 2010a. Penga-ruh aplikasi sumber C-karbohidrat tepungtapioka dan fermentasi probiotik padabudidaya udang windu, Penaeus monodonpola intensif di tambak. J. Ris. Akuakultur,53 Muliani, & Mansyur, A. 2010b. Aplikasiproduksi bioflok pada budidaya udangwindu, Penaeus monodon pola intensif ditambak dasar tanah. Laporan Hasil Pene-litian TA. 2010, 11 & Suwoyo, 2011. Produksi bioflokdan nilai nutrisinya dalam skala labora-torium. Prosiding Seminar Forum InovasiTeknologi Akuakultur, 2011. Jilid 2, Ris. Akuakultur Vol. 7 No. 3 Tahun 2012 393-405 Hari, B., Kurup, Varghese, Schrama, & Verdegem, 2004. Effects ofcarbohydrate addition on production inextensive shrimp culture systems. Aqua-culture, 241 T. 1994. Body defense system of penaeidshrimp. Seminar on fish physiology andprevention of epyzootics. Department ofAquaculture and Biology, Shimonoseki Uni-versity of Fisheries, Japan, 7 & Soderhall, K. 1989. Cellularimmunity in crustacean and the Pro sys-tem. Parasitology Today, 56 Keyser, P., Sritunyalucksana,K., & Soderhall, K. 2000. Crustaceanhaemocyts and haemotopoiesis. Aquacul-ture, 191 A. 2009. Optimum rasio C/N mediumdengan penambahan sukrose pada pem-bentukan bioflok untuk peningkatankualitas air pada sistem akuakultur. SekolahIlmu dan Teknologi Hayati ITB, email kartikalifl & Chen, 2004. Effect of ammoniaon the immune response of white shrimpLitopenaeus vannamei and its susceptibil-ity to Vibrio alginolyticus. Fish ShellfishImmunol., 16 Giorgia, G., Olivier, D., Pavlos, M.,Claudia, B., & Carnevali, O. 2010. Applica-tion of multi-species of Bacillus in sea breamlarviculture. Aquaculture, 305 2000. Changing paradigms inshrimp farming. IV. Low protein feeds andfeeding strategies. Global Aquaculture AD-VOCATE, April 2000, 32 Divakaran, S., & Kim, effects of pond water on di-gestive enzyme activity in the Pacificwhite shrimp, Litopenaeus vannameiBoone. Aquaculture Research, 322 Taw. 2010. Recent progress of biofloctechnology for sustainable shrimp pacificwhite shrimp eficiency and Conference on Shrimp Aqua-culture. Universitas Hang Tuah Surabaya,28-29 Oktober 2010, 36 A. 2004. Teknologi Probiotik untukMengatasi Permasalahan Tambak udangdan Lingkungan Budidaya. Makalah di-sampaikan pada Simposium NasionalPengembangan Ilmu dan Inovasi Teknologidalam Budidaya. Semarang , 27-29 Januari2004, 24 Susmita, P., Burger, Almeida, Abdul-Mehdi, A., Zarrein, A., Harisanto,M., Horowitz, A., & Brock, 2006. Use ofmolasses as carbon source in limited dis-charge grow-out systems for Litopenaeusvannamei. Aquaculture America, p. C., Taw, N., Edi, & Gunawan, Culture trials on production poten-tial of L. vannamei in heterotropic bacte-ria floc system. Makalah disajikan padaseminar WOC di Bali. Agustus Crab, R., Devoirdt, T., Boon, N.,& Verstraete, W. 2008. The basic of bioflocstechnolog The added value for aquacul-ture. Aquaculture, 227 Burford, Tabrett, Irvin, Ward, L. 2002. The effects of feedingfrequency on water quality and growth ofthe black tiger shrimp Penaeus monodon.Aquaculture, 207 S., Dede, S., Afandi, M., & Budidaya udang vaname Litopenaeusvanname semiintensif dengan metodesirkulasi tertutup untuk menghindariserangan virus. Berkala Ilmiah Perikanan,Program Studi Budidaya Perairan, FakultasKedokteran Hewan, Universitas Airlangga,31 1- Cody, Conquest, S., Forster, & Decamp, Effect of culture system on the nu-trition and growth performance of Pacificwhite shrimp Litopenaeus vannameiBoone fed different diets. AquacultureNutrition, 82 Ian, F., Lytha, C., Warren, D., Wenhoa, & Horgen, 2008. Determinationof microbial community structures ofshrimp floc cultures by biomarkers andanalysis of floc amino acid profiles. Aqua-culture Research, 39 udang vaname pola intensif dengan sistem bioflok di tambak Gunarto405 ... Kehadiran varietas udang vaname tidak hanya menambah pilihan bagi petambak tetapi telah menopang kebangkitan usaha pertambakan udang di Indonesia Putranto, 1989;Muzaki, 2004;Gunarto et al., 2012. Udang vaname memiliki keunggulan antara lain lebih tahan penyakit Schock et al., 2013;Umiliana et al., 2016, pertumbuhan lebih cepat Purba, 2012, tahan terhadap gangguan lingkungan Fast & Lester, 1992, waktu pemeliharaan lebih pendek 90-100 hari Brito et al., 2014, survival ratenya SR tergolong tinggi >80 % Madenjian, 1990, menempati semua kolom air, dan hemat pakan Hadie & Supriatna, 1988;Fast & Lester, 1992;Muzaki, 2004;Umiliana et al., 2016, tingkat kelangsungan hidup tinggi Supriyono et al., 2007. ...... Untuk menumbuhkan pakan alami pada budidaya udang vanname diperlukan pemupukan Sintawati, 1985;Gunarto, 2008. Pemupukan air pada dasarnya merupakan salah satu perlakuan teknis budidaya untuk mensuplai zat-zat yang dibutuhkan phytoplankton Gunarto et al., 2012;Xu et al., 2012Xu et al., , 2016. Untuk mendorong pertumbuhan pakan alami, yakni klekap, lumut, plankton dan binatang renik di dasar tambak pemupukan dilakukan pada saat tambak masih kering, untuk menumbuhkan plankton pemupukan dilakukan setelah tambak terisi air Murdjani et al., 2007. ... Rochmady RochmadyErnawatiThe aim of this research is to know the effect of fertilization and density on survival rate and the absolute growth of post-larvae of shrimp vanname Litopenaeus vannamei. The study was conducted from 18 August to 5 September 2013 at Oensuli ponds, Kabangka, Muna Regency, Indonesia. The research used animal test of vaname shrimp stadium PL6, fertilizer of Urea and TSP. The study used styrofoam container, 75 cm long, 37 cm wide, and 27 cm high. Research using Factorial RAL, fertilization and density used three levels, three replications, so that the experiment of 27 units. The fertilizer treatment consisted of no-fertilizer Control, combination Urea g/TSP g P2, combination Urea g/TSP g P3. The density treatment consists of density 9 ind/container Control, density 14 ind/container KP2 and density 19 ind/container KP3. Parameters observed survival rate SR and absolute growth G. Data analysis using ANOVA a0,05 with IBM SPSS Statistic 22. The results showed that fertilization and stocking density had a significant effect on survival and post larvae growth of vaname shrimp. The optimum use of g/TSP g urea per container. The optimum fertilizer composition of growth was Urea g/TSP g per container. The best survival rate through a combination of Urea g/TSP g, density 9 ind per container, equivalent Urea 26 kg/TSP 33 kg density ind per ha. The best growth through a combination of Urea g/TSP g, density 9 ind per container or Urea 19 kg/TSP 26 kg, density ind per ha.... eknik KP Jembrana menjadikan kawasan ini menjadi slah satu kawasan desa binaan. Komoditas yang dikembangkan di Kombading salah satunya adalah udang vaname. Dalam sistem budidaya udang vaname dimulai dari pemilihan lokasi budidaya, persiapan lahan dan prasarana tambak, persiapan media, penebaran benur, pemeliharaan dan panen parsial dan panen total Gunarto, et. al. 2012;Adibrata, et al., 2022. ... Noar Muda SatyawanMade Mahendra JayaLiya Tri KhikmawatiRakhma Fitria LarasatiThe purpose of this community service were to improve the skills of Partner Village "Kampung Vaname" cultivators in making modified Cast Net so as to minimize deaths that occur after partial harvest. The methods used in this service were socialization and training. The target of this service is the cultivator of Partner Village "Kampung Vaname" Marine and Fisheries Polytechnic of Jembrana. The service activity began with the presentation of the material then continued with training in making Cast Net. Evaluation were done by giving pre-test and post-test to all training participants. Based on the service results, there was an increase in the understanding of the farming group in Partner Village about fishing gear that could be applied in the vannamei shrimp cultivation process, the vannamei shrimp farming group in Partner Village was able to make modified Cast Net fishing gear properly, and modified of Cast Net fishing gear could be one of solution for solving the problem of vaname shrimp farmers related to partial post-harvest shrimp mortality.... Udang vaname Litopenaeus vannamei mulai dibudidayakan di Indonesia mulai awal tahun 2000-an di daerah Jawa Timur Gunarto et al., 2012. Berbagai kelebihan dari udang vaname adalah kemudahan dalam proses budidayanya, produksi yang stabil dan relatif tahan terhadap penyakit menyebabkan sehingga sebagian besar petambak di Indonesia berupaya untuk menggeluti usaha budidaya udang vaname Iskandar et al., 2021. ... Andri IskandarDias WandanuMuslimPacific whiteleg shrimp is a cultivated commodity with the prospect of increasing market opportunities yearly. The increase in value is in line with the increasing need for pacific whiteleg shrimp consumption. The impact is an increase in state income in general. Pacific whiteleg shrimp cultivation activities have been carried out on a large and small scale. However, proper enlargement production techniques are needed to increase production. This study aims to determine the technique of pacific whiteleg grow-out so that the information obtained can be disseminated to the public and will add value to the benefits of improving welfare. A study case method with a descriptive analysis approach was used. Pacific whiteleg shrimp culture is divided into the hatchery and grow-out sectors. The grow-out activities include pond cleaning, media preparation, fry stocking, feeding, treatment, pest and disease management, growth sampling, and harvesting. Based on the study's results, the production consisted of three cycles per year with a density of 180 m2 an SR value of and an FCR value of In addition, vannamei shrimp also has various advantages compared to other types of shrimp. The advantages comprised the fry quality of shrimp are easy to obtain, having high survival rate, can be cultivated in ponds with high stocking densities, more resistant to disease, short cultivation cycle, and has low feed conversion [2]. The species has become an object for studies to increase their immune system against vibriosis [3]. ...... Selain itu, teknologi bioflok mampu meningkatkan laju pertumbuhan biota yang dipelihara ikan atau udang, meminimalisasi penggunaan pakan, mengurangi nilai FCR, mengurangi jumlah bakteri patogen di air dan meningkatkan kesehatan biota, serta meningkatkan tingkat sintasan biota yang dipelihara. Hal ini sesuai pendapat Gunarto et al. 2012 yang menyatakan bahwa prinsip dari teknologi bioflok adalah menumbuhkan mikroorganisme terutama bakteri heterotrof di air tambak yang dimaksudkan untuk menyerap komponen polutan, amonia yang ada di air tambak dan selanjutnya dikonversi menjadi protein bakteri dan dapat dijadikan sebagai substitusi pakan bagi udang vaname yang dibudidayakan. ...Udang vaname Litopenaeus vannamei merupakan spesies udang introduksi yang sudah banyak dibudidayakan di tambak di Indonesia. Permasalahan pada budidaya udang vaname di tambak dengan padat tebar tinggi dan penggunaan pakan protein tinggi adalah tingginya akumulasi residu/limbah budidaya. Salah satu cara memanfaatkan limbah budidaya yaitu sistem heterotrof dengan menggunakan teknologi bioflok dengan memanipulasi rasio perbandingan karbon nitrogen C/N ratio di dalam media budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pembentukan flok pada pemeliharaan udang vaname dengan pemberian sumber karbon yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan rancangan acak lengkap yang terdiri atas lima perlakuan, yaitu kontrol, molase, tepung terigu, tepung maizena, dan air tebu; masing-masing tiga ulangan. Setiap perlakuan diberikan pada wadah pemeliharaan udang vaname untuk menumbuhkan flok dengan menambahkan probiotik komersil. Analisis data yang dilakukan antara lain pertumbuhan dan sintasan udang, FCR, ukuran flok, volume flok, kandungan gizi flok, dan parameter kualitas air yang mendukung kehidupan udang vaname. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sumber karbon berbeda memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan udang. Pemberian tepung terigu dalam pembentukan flok merupakan sumber karbon yang terbaik untuk meningkatkan pertumbuhan udang vaname dengan pertambahan bobot 0,56 g; panjang 1,96 cm; dan sintasan 90,67%; dengan nilai FCR 1,10; kandungan protein flok sebesar 27,15%; ukuran flok 450 mikron; dan volume flok 88 mL/L. Nilai kisaran parameter kualitas air DO 5,5-6,5 mg/L; pH 6,8-8,0; suhu 26°C-30°C; salinitas 30-33 ppt; dan amonia 0,1-1,54 mg/L. Implikasi penelitian ini membuktikan pemberian sumber karbon memberikan pengaruh terhadap peningkatan flok dan mampu meningkatkan pertumbuhan dan sintasan udang vaname. Sebaiknya diperlukan penelitian lebih spesifik untuk mencari dosis terbaik dan maksimal dari sumber karbon tepung terigu untuk pembentukan flok, pertumbuhan, dan sintasan udang shrimp Litopenaeus vannamei is an introduced species of shrimp that has been widely farmed in brackishwater ponds in Indonesia. Vannamei shrimp farmed in ponds with high stocking density and fed with high protein feed produce large quantities of residues/waste. Reducing the waste could be achieved by using biofloc technology to manipulate the carbon nitrogen ratio C/N ratio in the culture media. This study aimed to evaluate the formation of flocks grown on different carbon sources in the rearing media of vannamei shrimp. The study used an experimental method with a completely randomized design consisting of five treatments, namely control, molasses, wheat flour, corn starch, and sugarcane juice, each with three replications. Data analysis was carried out on shrimp growth and survival, FCR, floc size, floc volume, floc nutrient content, and water quality parameters that support the life of vannamei shrimp. The results showed that different carbon sources had a significant effect on the shrimp growth. Flour is the best source of carbon to support the formation of flocks which increases the growth of vannamei shrimp with a weight gain of g, a length of cm, and a survival rate of with an FCR value of a floc protein content of a floc size of 450 microns, and a floc volume of 88 mL/L. The measured variations of DO, pH, temperature, salinity, and and ammonia were mg/L, 26°C-30°C, 30-33 ppt, and mg/L, respectively. This research demonstrates that the provision of different carbon sources has an effect on increasing flocks and are able to increase the growth and survival of vannamei shrimp. It is recommended that more specific research is needed to find the best and maximum dose of wheat flour carbon sources for floc formation, growth and survival of vannamei shrimp.... In biofloc system treatment, the waste from silver catfish metabolism process and the remaining unconsumed feed will produce ammonia that can be digested by the heterotrophic bacteria into a natural additional nutrition source for the fish. This is due to the fact that the biofloc system contains polyhydroxybutyrate that can increase fish growth Gunarto et al., 2012. ...This study is aimed to understand the influence of different cultivation system on silver catfish Pangasius hypophthalmus fry growth and survival. This study was performed at the Fishery Laboratory, Building 4, Faculty of Fishery and Marine Science, Universitas Padjadjaran, during the period of June to August 2017. This was an experimental study with Complete Randomized Design CRD on Malay silver catfish fry using 3 treatments with 4 repetitions. Treatment A consisted of recirculating culture system; treatment B consisted of biofloc culture system; and treatment C consisted of conventional culture system as the control. Parameters measured in this study were absolute growth, survival, Feed Conversion Ratio FCR, and water quality. Data were analyzed using analysis of variance with 5% confidence level followed by Duncan multiple range test. The results showed that the highest absolute growth grams was found in treatment B while the highest survival rate 97% was found in the recirculating system. Biofloc system presented the lowest FCR value compared to other treatments, Salah satu probiotik yang dapat membentuk bioflok adalah genera Bacillus sp Aiyushirota, 2009. Probiotik berperan positif pada organisme yang dibudidayakan diantaranya meningkatkan pertumbuhan, sintasan, daya cerna, sistem kekebalan dan kualitas air melalui proses bioremediasi Gunarto, 2012. ...Jon Dahlan Muhaimin HamzahAgus KurniaPenelitian tentang pertumbuhan udang vaname Litopenaeus vannamei yang dikultur pada sistem bioflok dengan penambahan probiotik telah dilakukan selama 40 hari di Laboratorium unit produksi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo Kendari. Penelitian bertujuan untuk menentukan dosis probiotik yang tepat, dan mampu meningkatkan pertumbuhan udang vaname pada budidaya sistem bioflok. Penelitian didesain dengan menggunakan Rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah A tanpa bioflok, B bioflok, C bioflok + probiotik 108CFU/mL, D bioflok + probiotik 1010CFU/mL, dan E bioflok + probiotik 1012CFU/mL. Wadah yang digunakan adalah akuarium berukuran 35x35x40 cm, dilengkapi aerasi. Hewan uji adalah juvenil udang vaname berukuran 3 – 4 g, yang dipelihara dengan kepadatan 20 ekor/akuarium. Selama pemeliharaan udang diberi pakan sebanyak 5% dari biomassa udang. Penambahan molase dilakukan setiap pagi ke media bioflok sebanyak 4 g. Hasil penelitian menujukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kelangsungan hidup, pertumbuhan mutlak rata-rata, laju pertumbuhan spesifik, efisiensi pakan, rasio konversi pakan, dan retensi protein, namun tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap volume flok. Secara umum terlihat bahwa perlakuan terbaik didapatkan pada penggunaan bioflok dengan penambahan probiotik 1010CFU/mL. Kata kunci Pertumbuhan, udang vaname, Litopenaeus vannamei, bioflok, probiotikABSTRAK Abstrak Teknologi yang dipakai oleh pembudidaya udang di Sulawesi Tengah masih secara tradisional. Pelaku budidaya enggan melakukan peningkatan teknik budidaya dikarenakan kurangnya akses informasi ataupun percontohan yang tepat. Sasaran dan target kegiatan ini, yaitu para pembudidaya udang tradisional di Desa Lalombi, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, dengan harapan para pembudidaya mampu mengaplikasikan teknologi budidaya semi intensif. Tujuan pelaksanaan kegiatan ini, yaitu dapat meningkatkan produksi tambak udang tradisional dengan menggunakan teknologi semi intensif melalui mekanisasi dan budidaya yang modern, terukur dan berkelanjutan. Metode pelaksanaan kegiatan ini, yaitu survei lapangan, transfer teknologi ke mitra budidaya baik secara teoritis maupun praktek langsung. Pengumpulan data sebagai acuan monitoring. Dari kegiatan penerapan teknologi budidaya udang vannamei dengan metode semi intensif dengan luasan lahan 1600 m 2 , pembudidaya mendapatkan keuntungan sebesar Kegiatan penerapan teknologi masih diperlukan pendampingan bagi para pembudidaya. Oleh karena itu, tahap monitoring, evaluasi serta pendampingan terus dilakukan, agar para pembudidaya dapat mandiri menjalankan usaha budidaya udang vannamei dengan metode semi intensif. Abstract The technology used by shrimp farmers in Central Sulawesi is still traditional. The farmers were reluctant to improve their shrimp culture techniques due to the lack of access to information or the right pilot project. The targets are local farmers in Lalombi Village, Donggala Regency, Central Sulawesi, are hoping that the farmers will be able to apply semi-intensive shrimp culture technology. This activity aimed to increase traditional shrimp ponds using semi-intensive technology by mechanizing modern, scalable, and sustainable aquaculture. This pilot project's method includes field survey and technology transfer of shrimp culture to partners, both theoretically and indirectly. The Data collection as a reference for monitoring. From the application of vannamei shrimp culture technology with the semi-intensive method on 1600 m 2 pond, farmers get a profit of This shrimp farming pilot project still needs assistance for farmers. Therefore, the monitoring, evaluation, and assistance stages continue to be carried out so that the farmers can independently run the vannamei shrimp farming business with the semi-intensive bertujuan untuk membandingkan pengaruh penambahan sumber C- karbohidrat tepung tapioka dan fermentasi probiotik pada budidaya udang windu dengan pola intensif di tambak terutama melihat efeknya terhadap perbaikan kualitas air, pertumbuhan, sintasan, dan produksi udang windu. Enam petak tambak masing-masing ukuran sekitar m2, setelah selesai tahap persiapan tambak pengeringan, pembalikan tanah dasar, pengapuran, pengisian air, dan pemupukan, kemudian tambak ditebari tokolan udang windu PL-25 dengan padat tebar 20 ekor/m2. Tiga perlakuan diuji yaitu A. Penambahan tepung tapioka ke air tambak dengan dosis 62% dari total pakan yang diberikan per hari dan diberikan dalam selang waktu lima hari sekali selama masa pemeliharaan pada bulan pertama dan kemudian dengan selang waktu tiga hari sekali selama masa pemeliharaan bulan kedua hingga menjelang panen; B. Pemberian fermentasi probiotik ke air tambak sebanyak 5 mg/L/minggu; dan C. Pemberian fermentasi probiotik ke air tambak sebanyak 10 mg/L/minggu. Masing-masing perlakuan dengan dua ulangan. Sampling pertumbuhan, kualitas air, dan bakteri dilakukan setiap dua minggu sekali. Sintasan, produksi, dan nilai konversi pakan dihitung setelah udang dipanen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung tapioka menyebabkan konsentrasi amoniak relatif lebih rendah di perlakuan A daripada di perlakuan B dan C, namun menunjukkan perbedaan yang tidak nyata P>0,05 di antara ketiga perlakuan tersebut. Bahan Organik Total BOT pada hari ke-112 di perlakuan C paling rendah dan menunjukkan perbedaan yang nyata P0,05 di antara ketiga perlakuan yang diuji. The objective of the research was to compare the effect of addition of carbohydrate source starch flour and probiotics fermentation to the water quality and the growth, survival, and production of tiger shrimp in intensive brackishwater pond system. Six pond compartments each sized approximately of 4,000 m2, went through preparation stages pond drying, ploughing, liming, filling the pond with sea water and fertilyzing. Then the ponds were stocked with tiger shrimp post larvae day 25 at stocking density of 20 ind./m2. Three treatments were tested, A. the addition of starch flour in pond water column at a dosage of 62% of the total given feed per day, and applied every five days during the first month of shrimp culture, and then every three days from the second month to harvest time; B. the addition of probiotic fermentation to the pond water column and was given at 5 mg/L/week; and C. the addition of probiotic fermentation to the pond water column and was given at 10 mg/L/week. Result of the research showed that the addition of starch flour was able to decrease the ammonia concentration in treatment A, but there was no significant difference P> with the ammonia concentration compared to the treatment B and C. Total Organic Matter TOM at day 112 in treatment C was the lowest and significantly different among those treatments. Yoram AvnimelechThe uptake of microbial flocs by tilapia was evaluated. Fish tilapia Mozambique, 107 g were stocked in 1 m3 tanks filled with water from a limited exchange intensive tilapia producing pond bio-floc technology, BFT system. Tagged ammonium nitrogen 15NH4SO42 and starch to ensure incorporation of the 15N into the bio-flocs, were added. Fish were held in the tanks for ca 2 weeks, not fed during a week period, when the only source of feed was microbial flocs. Floc volume, total suspended solids, as well as total carbon and nitrogen in suspension were floc plug in settling cones contained as dry uptake, evaluated through the decrease with time in respect to 4 independently determined parameters, namely floc volume, TSS, C and N in suspension, was found to be g kg fish−1 day−1, averaged for the computed values for these parameters However, this preliminary evaluation was based on the assumption that fish harvesting is the only mechanism affecting bio-flocs mass, neglecting biodegradation and production of flocs. Gross daily uptake of nitrogen as determined using 15N uptake data was gN kg−1 g protein, equivalent to the daily uptake of g kg−1 of dry bio-flocs, 60% of that computed by the simplified mass balance approach. This difference may be attributed to microbial degradation of the the lower flux as evaluated through 15N uptake, constituted, in the specific case studied, almost 50% of conventional feed commercial Bacillus spp. probiotic was tested on rainbow trout fry during the two months of first feeding. Probiotic was introduced in diets at five different levels, T 1 8, T 2 9, T 3 9, T 4 9, T 5 9 CFU g -1 and their effects compared with those of control diet containing no probiotic. Survival in treatments was significantly P< higher than control and a slight increasing mortality rate was observed during the first week of experiment. The counts of bacteria associated with trout intestine in all treatments were significantly P< higher than controls and Bacillus spp. was not detected in controls. Total bacteria counts were significantly different among treatments and controls; it may suggest that the colonization rate of digestive tracts of rainbow trout fry with bacteria was affected by dietary bacteria level. Specific growth rate, condition factor, protein efficiency ratio were slightly but significantly P< higher and feed conversion ratio was lower in groups received probiotic via diets than controls. It may show that probiotic stimulates digestive development and enzymatic activity in fish. Growth performance in treatment received 9 CFU g -1 showed the best results. Therefore, it does not appear that higher levels of probiotics improved results and suitable doze of probiotic should be assessed before application in large scale to prevent any undesired effects. The supplementation of trout starter diet with Bacillus spp. is probably effective for improving rearing conditions. © Central Fisheries Research Institute CFRI Trabzon, Turkey and Japan International Cooperation Agency JICA.Simple, rapid and reliable methods are required to monitor the microbial community change in aquatic pond for better animal performance. Four floc suspended organic matter samples were collected from outdoor raceways and tanks used for culturing Pacific white shrimp Litopenaeus vannamei. Twenty-two chlorophyll Chl and carotenoid pigments were separated, identified and quantified using high-performance liquid chromatography–ultraviolet/Vis-mass spectrometry in the freeze-dried floc samples. Algal community composition diatoms, chlorophytes, cyanobacteria, dinoflagellates and cryptophytes was determined by measuring concentrations of the respective taxonomic biomarkers carotenoid fucoxanthin, lutein, zeaxanthin, peridinin and alloxanthin as independent variables and Chl a as the dependent variable using a multiple regression model. This analysis found that the phytoplankton community of the floc samples from two groups of shrimp tanks 32 g L−1-salinity were diatom-dominated and and two floc samples from shrimp raceways 5 and 18 g L−1-salinity were chlorophyte-dominated and Assessment of total algal and bacterial biomass by quantification of Chl a and muramic acid, respectively, indicated that the 18 g L−1-salinity raceway sample was bacteria-dominated, whereas the other three floc samples were algae-dominated. Sample protein quality was evaluated by its essential amino acid AA score and index. Arginine and lysine were found to be the two most limiting AAs for all floc 8-week feeding trials were conducted with juvenile Pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei Boone to compare the growth and performance of animals fed a series of experimental and commercial pelleted shrimp and fish feeds and dietary feeding regimes within an indoor running-water culture system and an outdoor zero-water-exchange culture system. The best overall shrimp growth performance was observed for animals fed the experimental shrimp diet and all-day feeding regime under outdoor zero-water-exchange culture conditions. Final body weight and average weekly growth rate under these conditions were and times greater, respectively, than animals of similar size fed with the same diet under indoor running-water culture conditions. Although direct comparison between indoor and outdoor culture systems is difficult because of the lower indoor water temperatures, and consequently lower mean daily feed intake of animals, it is believed that the higher growth and feed performance of animals reared under outdoor `green-water' culture conditions was primarily due to their ability to obtain additional nutrients from food organisms endogenously produced within the zero-water-exchange culture system. The most promising features of zero-water-exchange culture systems are that they offer increased biosecurity, reduced feed costs and water use for the farmer, and by doing so provide a potential avenue of moving the shrimp culture industry along a path of greater sustainability and environmental compatibility.Padabudidaya yang semi intensif apalagi intensif, pakan buatan sangat diperlukan, karena dengan padat penebaran yang tinggi, pakan alami yang ada tidak akan cukup yang mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat dan akan 19 timbul sifat kanibalisme udang.Pelet udang dibedakan dengan penomoran yang berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang yang Ada dua jenis bibit udang yang sangat sering diunggulkan baik dalam cara budidaya udang maupun hasil yang diperoleh nantinya. Dua jenis bibit udang tersebut adalah udang vaname dan windu. Karenanya pembahasan kali ini Nonaternak akan membahas cara memelihara udang vaname, dan cara budidaya udang cara ternak udang berlainan jenis ini tidak terlalu jauh berbeda, serta dipilih karena memang yang paling menguntungkan dan paling mudah. Untuk pembahasan lebih lanjutnya bisa lihat di bawah Budidaya UdangSesuai dengan pembahasan sebelumnya bahwa dalam tutorial cara budidaya udang ini akan fokus pada dua jenis yakni vaname dan windu. Jadi dalam hal cara ternak udang kali ini dimulai dari kandang, pakan, cara memelihara udang fokus terbesarnya adalah dua jenis tersebut. Untuk pembahasan lebih lanjut bisa disimak langsung di bawah Pemilihan Bibit Udang Air Tawar, Udang Windu, Udang Galah dan Udang VanamePemilihan benih yang baik merupakan langkah pertama untuk cara ternak udang. Dalam hal cara ternak udang windu dan vaname bibit haruslah bersifat superior yang bisa dilihat setelah benih berusia 7-15 hari atau sudah menjadi plankton. Setelah bibit udang nya berhasil tumbuh dengan baik menjadi benih barulah ditebar ke kolam yang Media dan Kolam Udang yang BaikUntuk udang vaname sendiri metode pemeliharaannya biasa dilakukan di kolam terpal, seperti budidaya udang vaname di kolam terpal bundar. Kolam terpal bundar ini bisa dibedakan menjadi dua cara yaitu cara budidaya udang vaname di kolam terpal kecil dan besar. Jenis kolam terpal ini dianggap paling mudah, murah, dan udang windu, akan lebih baik jika kolamnya dibuat model tambak dengan besar penampungan benih sekitar 100liter per kolamnya. Untuk kedua kandang ini baik budidaya udang windu, maupun budidaya udang vaname di kolam terpal bundar ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Seperti tekanan air, suhu udara diantara suhu ruang, ph yang tidak boleh terlalu asam, serta Pakan Udang agar Cepat BesarSetelah mengetahui jenis kandang budidaya udang vaname di kolam terpal bundar sekarang saatnya mengetahui jenis pakan. Untuk makanan udang vaname ini pertama tidak boleh terlalalu berlebihan karena justru bisa menjadi racun. Jenis makanannya sendiri bisa menggunakan campuran tepung ikan, dedek halus, serta vitamin tambahan lalu dicampur cara ternak udang windu hampir sama hanya penghalusannya lebih ditingkatkan dan penimbangan bahan bakunya lebih banyak persentasenya. Udang windu ini karena kandangnya berbeda dengan cara budidaya udang vaname di kolam terpal kecil, dan lebih banyak menggunakan tambak dengan dasar yang rata. Sehingga bisa menggunakan anco, atau Cara Budidaya Udang yang BenarTidak peduli apakah itu udang windu tambak atau budidaya udang vaname di kolam terpal bundar yang jelas perawatan dan pemeliharaan udang harus dilakukan dengan detail. Pertama adalah kuatnya tekanan arus, dimana kadar oksigen harus tinggi dari tekanan ini. Lalu tidak boleh telat memberikan budidaya udang vaname di kolam terpal kecil ataupun cara budidaya udang windu di kolam rata juga memerlukan vaksinasi. Lakukan pengecekan dan pisahkan bangkai udang yang tidak berkembang paling sedikit satu minggu sekali. Cek juga apakah ph dan suhu dalam kolam masih tepat untuk udang Penyebab Kegagalan Cara Budidaya UdangBaik itu udang vaname, windu ataupun jenis udang lainnya pemberian pakan yang salah menjadi 60% penyebab kegagalan ternak udang. Hal ini dikarenakan pemberian pakan yang berlebihan dan tidak habis dimakan akan menjadi endapan. Endapan inilah yang bisa menjadi racun, dan menghilangkan kadar makanan, hama juga menjadi penyebab utama dari kegagalan ternak udang. Hama-hama tersebut bisa menyebabkan penyakit internal, penyakit parasit, dan bahkan kematian. Karenanya vaksin secara rutin selama seminggu sekali sangat Daftar Harga UdangUntuk udang vaname di pasaran dimulai dari harga Rp130 ribu sampai Rp180 ribu sesuai dengan ukuran. Lain halnya dengan udang windu dari Rp65 ribu sampai Rp150 ribu. Semua itu disesuaikan dengan kondisi pasar dan ukuran udang. Hanyakarena salah jumlah/frekuensi pakan, budidaya udang vaname 1 siklus bisa gagal. Solusi dari masalah ini adalah manajemen pakan, dimulai dengan menghitung FCR udang vaname! FCR adalah Feed Conversion Rate atau angka efektivitas pakan yang ditebar. Dengan menghitung FCR, Bapak/Ibu bisa melihat apakah pakan yang ditebar benar-benar dimakan
Pengertian Budidaya Udang Vaname Tanpa Pakan Keuntungan Budidaya Udang Vaname Tanpa Pakan Pembuatan Kolam Budidaya Udang Vaname Tanpa Pakan Budidaya Udang Vaname Tanpa Pakan Teknik BudidayaPendahuluanBudidaya udang vaname menjadi salah satu usaha yang menjanjikan di Indonesia. Selain mudah dalam pemeliharaan, udang vaname memiliki harga jual yang cukup tinggi. Namun, pada umumnya budidaya udang vaname membutuhkan pemberian pakan buatan yang mengandung bahan kimia. Hal ini tentu sangat merugikan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan dibahas mengenai inovasi budidaya udang vaname tanpa pakan buatan yang ramah udang vaname tanpa pakan merujuk pada metode pemeliharaan udang vaname yang tidak melibatkan pemberian pakan buatan berbahan kimia. Dalam sistem ini, udang akan dibiarkan mencari makanannya sendiri di dalam kolam tanpa campuran pakan buatan. Dalam praktiknya, budidaya udang vaname tanpa pakan masih menggunakan beberapa pemberian pakan alami seperti dedak dan ikan kecil, namun jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan sistem budidaya konvensional. Sehingga sistem ini dianggap lebih efektif dan ramah Budidaya Udang Vaname Tanpa PakanRamah lingkungan, karena tidak menggunakan pakan buatan berbahan kimia yang dapat merusak lingkunganHemat biaya, karena tidak perlu membeli pakan buatan secara teraturProduksi udang lebih sehat dan segar, karena tidak tercampur bahan kimia dari pakan buatanPemasaran produk lebih mudah, karena produk yang dihasilkan dianggap lebih sehat dan alami oleh konsumenPembuatan Kolam Budidaya Udang Vaname Tanpa PakanPembuatan kolam untuk budidaya udang vaname tanpa pakan sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan sistem konvensional. Hanya saja, dalam sistem ini perlu diperhatikan bahwa kolam harus memiliki aliran air yang lancar untuk memperlancar pergerakan udang dan pendinginan air. Selain itu, di dalam kolam harus terdapat tumbuhan air dan batu karang sebagai tempat perlindungan dan tempat mencari makanan bagi Udang Vaname Tanpa Pakan Teknik BudidayaSetelah kolam selesai dibuat, langkah selanjutnya adalah mempersiapkan bibit udang vaname. Bibit bisa didapatkan dari peternak udang terdekat atau dari toko bibit udang. Disarankan untuk memilih bibit udang vaname yang berasal dari lingkungan yang sama dengan kolam budidaya. Setelah itu, bibit udang vaname diberikan waktu beberapa hari untuk adaptasi dengan lingkungan kolam panen, udang-vaname bisa dipanen setelah mencapai ukuran 10 – 12 cm. Umumnya, budidaya udang vaname tanpa pakan memerlukan waktu sekitar 3 bulan untuk masa panen pertama, namun lama waktu masa panen berikutnya bisa lebih cepat karena udang telah cukup besar dan udang vaname tanpa pakan merupakan inovasi dalam budidaya udang yang efektif dan ramah lingkungan. Dengan mengimplementasikan metode ini, para petani bisa menghasilkan udang vaname yang sehat serta menerapkan praktik pertanian yang ramah lingkungan. Selain itu, produk yang dihasilkan juga lebih mudah pemasarannya karena dianggap lebih sehat dan alami oleh konsumen.
Dalamsiklus budidaya udang vaname ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika memulai budidaya udang yaitu padat tebar udang vaname, faktor penting padat tebar dalam siklus budidaya sangat vital karena harus menyesuaikan dengan luas lahan budidaya dan jumlah kincir yang nantinya juga untuk menghitung suplai DO atau oksigen terlarut pada tambak. baik budidaya udang tradisional, intensif, semi, maupun kolam bundar harus memperhatikan padat tebar udang vaname, berikut beberapa cara
√ Cara Budidaya Udang Vaname yang Benar dan LengkapMengenal Udang VanameCara Budidaya Udang VanameSebarkan iniPosting terkait – Hai para budidayawan kembali lagi dalam artikel Kali ini kita akan membahas mengenai cara budidaya udang vaname secara lengkap. Ada yang sudah mengetahui bagaimana Cara budidaya udang vaname? Mari simak yuk dalam penjelasannya dibawah ini ya. Mengenal Udang Vaname Udang vannamei atau udang vaname termasuk salah satu jenis udang yang mempunyai kelebihan seperti tahan penyakit, pertumbuhannya sangat cepat. Udang Vannamie mempunyai tubuh yang terbentuk oleh 2 Cabang biramous, dan tubuh Udang Vannamei berlapis-lapis. Kepala udang Vannamie terbentuk dari Antenula, Antena, Mandibula dan 2 pasang Maxillae juga 3 pasang Maxiliped. Antenula dan Antena memiliki fungsi sebagai organ sensor. Maxiliped sudah menjalani modifikasi akan berfungsi sebagai organ makan. Terdapat 5 pasang kaki dan 6 ruas pada badan udang Vannamie, sebab carapace udang Vannamei transparan maka perkembangan Ovarium pada betina dapat terlihat. Habitat udang Vannamei adalah dilaut tropis dengan suhu air lebih dari 20 derajat Celcius. Cara Budidaya Udang Vaname Tambak Udang Vaname Keringkan terlebih dahulu hingga dasar untuk menghindari lumut serta lumpur. Apabila pH dasar tambak lebih rendah dari 6, maka gunakan kapur pertanian sebanyak 840 kilogram per Ha Pastikan semua hewan yang berada dalam tambak pada siklus sebelumnya sudah hilang dan dibasmi. Tambak Udang Vaname Berikan pupuk organik dan anorganik sebelum mengisi air ditambak dengan cara disebarkan secara merata pada dasar tambak dengan dosis pupuk organik sebanyak 150 hingga 200 kilogram per ha Pupuk anorganik menjadi sumber nitrogen sebanyak 25 hingga 50 kilogram per ha . Pupuk organik bisa berupa tepung gandum, dedak, kulit padi, jagung, tepung kedelai, biji kapas atau pupuk kompos. Pupuk anorganik dapat menggunakan pupuk ammonium, urea, nitrat, kalsium atau diammonium phosphat. Untuk kotoran ayam dan sapi bisa digunakan sebagai pupuk organik, namun kotoran ayam yang dipakai harus merupakan pupuk yang bebas dari pestisida dan apabila ingin memakai pupuk kotoran ayam, maka takarannya sekitar antara 1000 sampai 2000 kg per ha. Media Air Tambak Udang Vaname Sterilisasi media air dengan campuran kaporit 30 ppm dan saponin 10-12 ppm Pengisian air dikerjakan sampai ketinggian mencapai 0,8-1,0 m Penyesuaian media air tingkat kecerahan air awal berkisar 40-45 cm Benur Udang Vaname Ciri-Ciri benur yang baik ialah Ukuran seragam, organ tubuh lengkap dan tidak cacat. Memiliki bentuk tubuh ramping memanjang. Warna tubuh bersih dari kotoran dan lumut. Pergerakannya lincah dan aktif. Benur Udang Vaname Penebaran benur udang vannamei bisa dikerjakan setelah plangton tumbuh baik 7-10 hari sesudah penumpukan. Benur vaname yang akan digunakan ialah PL 10 – PL 12 berat awal 0,001g/ekor Sebelum benuh di tebar terlebih dahulu dilakukan penyesuaian terhadap suhu dengan cara mengapungkan kantong yang berisi benur ditambak dan menyiram secara perlahan. Sedangkan adaptasi/ penyesuaian terhadap salinitas dilakukan dengan membuka kantong dan diberi sedikit demi sedikit air tambak selama 15-20 menit. Kemudian kantong benur dimiringkan dan bertahap benur vannamei akan keluar dengan sendirinya. Penebaran benur vannamei dilakukan pada saat siang hari. Padat penebaran untuk pola tradisional tanpa pakan tambahan dan hanya memberikan pupuk susulan 10% dari pupuk awal adalah 1-7 ekor/m². Apabila menggunakan pakan tambahan pada bulan ke-2 pemeliharaan, sebaiknya dengan padat tebar 8-10 ekor/m². Udang Vaname Pakan untuk udang vaname ialah pelet dengan kandungan protein sebanyak 30%. Pakan udang vaname juga dapat dibuat sendiri dengan sumber alami seperti bekicot atau keong yang tinggi protein dan juga ikan rucah Dosis pakan disesuaikan dengan usia udang atau menggunakan ukuran berat udang dan masa pertumbuhan dari udang. Pemberian pakan ini diberikan antara 2-3 kali sehari. Udang vaname biasanya dapat menghabiskan pakan dalam waktu 3 jam. Berikan vitamin portovite guna merangsang nafsu makan udang dna menambah vitalitas udang. Udang Vaname Dosis Pakan Pemberian pakan disesuaikan dengan ukuran udang vaname. Setelah lewat dari 3 hari dari tahap penebaran maka berikan pakan berupa pakan khusus udang. Untuk benih udang dengan berat gram dapat diberikan pakan sebanyak 3 kg untuk 80-100 ekor udang. Untuk udang memiliki berat 0,5 gram dengan kepadatan yang sama jumlah pakan yang diperlukan sekitar 11,22 kg. Perawatan kolam Perawatan kolam dilakukan dengan mengecek atau memperhatikan kadar garam, pH dan sirkulasi air, hal ini dapat mempengaruhi dan mendukung pertumbuhan dan perkembangan udang. Udang Vaname Sebelum melakukan pemanenan yaitu sekitar 2-4 hari lakukan pengapuran pada tambak dengan kapur dolomit sekitar 80 kg/hektar guna menjaga ketinggian air dan mencegah udang supaya tidak mengalami molting ganti kulit pada saat panen. Udang vaname sudah dapat dipanen sesudah memasuki usia 120 hari atau 3 bulan atau sudah mencapai berat 50 ekor per kilogram Apabila belum mencapai umur panen tetapi beratnya sudah mencukupi pemanenan udang tersebut dapat dilakukan. Lakukan pemanenan pada malam hari guna mempertahankan kualitas udang Proses pemanenan Siapkan peralatan panen yaitu keranjang panen, jaring yang dipasang di pintu air, jala lempar, dan lampu penerang Lalu turunkan volume air secara grafitasi yang dibantu pengeringan dengan pompa. Kemudian lakukan penangkapan udang dengan jala. Demikianlah penjelasan terlengkap mengenai √ Cara Budidaya Udang Vaname yang Benar dan Lengkap. Semoga bermanfaat dan juga dapat menambah ilmu pengetahuan akan cara membudidayakan nya. Terima Kasih Baca Juga Artikel LainnyaTabel1. Parameter Air Media yang Siap Tebar untuk Udang Vaname 15 Tabel 2. Program Pakan Budidaya Udang MSF 18 Tabel 3. Pengelolaan Parameter Kualitas Air 23 Tabel 4. Persyaratan Kuantitatif Benih Vaname 29 Tabel 5. Syarat Mutu Pakan Udang Vaname Berdasarkan SNI 7549:2009 32 Tabel 6. Produsen Pakan Ikan/Udang Nasional 33 Tabel 7.
{"detail""Not Found"}Budidayaudang vaname pola super intensif merupakan usaha budidaya yang padat modal dan memiliki padat tebar yang berbeda yaitu A = 500 ekor/m 2 dan B = 600 ekor/m tanpa ulangan. Hewan uji yang digunakan adalah benur vaname PL 8, dengan berat awal rata-rata 0,001 g/ekor. maka dapat mengakibatkan nafsu makan udang menurun. Bobot